Pages

Selamat Datang di website KUA Kecamatan Seyegan D.I.Yogyakarta

Ingin Bahagia Dalam Pernikahan? Cobalah BeberapaTips Berikut

Banyaknya terpaan dan cobaan hidup membuat banyak pasangan yang menyerah dan akhirnya memutuskan untuk berpisah. Berikut 8 tips untuk membantu Anda menjaga ikatan pernikahan agar sanggup bertahan meski harus menghadapi beragam ujian.

1. Milikilah komunikasi yang berkualitas
Perkuat hubungan Anda dengan melakukan komunikasi yang teratur dan berkualitas. Jangan sungkan menanyakan hal-hal kecil seperti, "Sudah makan belum?" "Bagaimana harimu di kantor?" atau "Apa saja yang kamu kerjakan hari ini, Sayang?" Pertanyaan-pertanyaan itu memang terkesan sepele, namun hal-hal besar seringkali berawal dari peristiwa 'kecil' semacam itu. Perhatian Anda akan membuat harinya lebih baik. Andaipun tak ada masalah, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan atas dasar cinta itu tentu bisa membuat hatinya berbunga-bunga. Biasakan untuk membicarakan hal-hal sekecil apa pun kepada pasangan Anda.

2. Berpacaran setelah menikah
Hal ini sangat-sangat membantu dalam memperdalam keromantisan antara Anda dan pasangan. Setelah menikah, seringkali semua berubah. Kesibukan dan stres bisa membuat Anda berdua jenuh
3. Bulan madu kedua, ketiga, dan seterusnya
Sempatkanlah waktu untuk menghabiskan waktu berdua, mungkin pergi keluar kota menikmati waktu berduaan tanpa adanya gangguan dari pihak-pihak lain. Lupakan pekerjaan, lupakan beban persoalan. Nikmati momen-momen berharga ini untuk semakin menguatkan cinta Anda.

4. Memaafkan dan melupakan
Kata maaf seringkali menjadi kata yang paling sulit dilontarkan, paling pelit diberikan. Tapi mulai saat ini, cobalah untuk jujur saat Anda atau suami telah melakukan kesalahan. Mintalah maaf dan katakan dengan jujur kesalahan yang telah Anda atau dia lakukan tanpa ada yang ditutupi. Tidak cukup hanya dengan saling bersikap jujur dan meminta maaf. Pelaku kesalahan tentu harus berusaha keras untuk tidak lagi mengulangi kesalahannya. Apalagi, jika kekeliruan itu melukai hati pasangannya. Bagi yang merasa dilukai, milikilah hati yang besar untuk memaafkan karena tidak ada manusia yang sempurna. Hargai kejujuran dan keberanian pasangan dengan memaafkan dan melupakan kesalahannya. Setelah itu, jangan pernah lagi mengungkit 'cerita lama'.

5. Percaya dan terbuka
Kepercayaan memang sulit untuk dimiliki semua orang, namun kepercayaan harus dimiliki jika Anda berniat untuk memiliki keluarga bahagia yang mampu bertahan menghadapi badai kehidupan. Kepercayaan dapat dipupuk jika kita belajar untuk terbuka satu sama lain, tidak menutupi hal sekecil apa pun, menceritakan, dan
memberitahukan hal apa pun kepada pasangan, entah itu kabar yang baik ataupun buruk.

6. Menghargai, mengoreksi, dan memberi pujian
Mengetahui posisi dan kedudukan dalam keluarga. Sebagai istri, Anda berkewajiban untuk melayani dan patuh terhadap suami, sedangkan suami berkewajiban untuk mencintai dan menjaga keutuhan dan kebahagiaan keluarga. Hargailah setiap pendapat yang diutarakan pasangan meski mungkin Anda kurang setuju. Tak ada manusia yang sempurna. Itu artinya, tak ada manusia yang selalu dan pasti benar. Saling mengoreksi (dengan cara yang benar) untuk kebaikan bersama tentu perlu dilakukan. Hargai juga perbedaan pendapat atau pandangan, jika ada. Satu lagi, jangan pelit memberikan pujian tulus. Ini akan menambah hangat kehidupan perkawinan Anda berdua.

7. Berikan dukungan
Pasangan harus bisa saling menopang karena setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihannya sendiri. Baik Anda atau suami harus mampu menutupi kekurangan pasangan dan menonjolkan kelebihannya.

8. Tampil menawan
Setelah menikah, bukan berarti tugas Anda membuat suami terpesona selesai. Justru ini waktu yang tepat untuk mengerahkan upaya tampil istimewa untuknya. Memang tampil 'wah' dan memukau tak perlu dilakukan setiap hari, tapi kelihatan rapi dan bersih harus tetap dipertahankan. suami pasti bangga memiliki pasangan yang paham bagaimana dan kapan harus menjaga penampilan. Tampillah menawan danrawatlah diri Anda.

Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/02/06/13157/ingin-bahagia-dalam-pernikahan-cobalah-beberapatips-berikut/

Yuk, Rukun Dengan Mertua

Setelah menikah, memiliki orangtua tidak hanya ayah dan ibu Anda saja. Ada juga mertua yang harus disayangi. Untuk Anda yang masih canggung, ini dia lima tips  menjalin hubungan baik dengan mertua.

Menerima KeadaanAnda dan si dia telah menentukan pilihan. Suka tidak suka, pasangan tercinta dan keluarganya bagaikan paket hemat. Sadari bahwa para saudara ipar dan mertua
Anda akan selalu menjadi bagian dari perjalanan hidup Anda yang baru. Baik Anda maupun pasangan sama-sama wajib mengusahakan yang terbaik untuk keluarga kecil (Anda) yang sedang dibentuk.

Samakan PandanganTentukan batasan dan tetapkan ekspektasi. Bisakah saudara-saudaranya datang berkunjung tanpa pemberitahuan sebelumnya? Bolehkan ibu mertua menidurkan anak-anak Anda di luar jam tidur yang telah Anda dan si dia tetapkan sebelumnya. Ada banyak hal yang harus diputuskan bersama-sama. Harap diingat, baik Anda atau pasangan bukanlah pembaca pikiran. Ia tak akan paham yang Anda inginkan dan harapkan kecuali Anda bicara kepadanya. Aturan ini tentu berlaku untuk si dia juga.

Selesaikan PerselisihanJika salah satu tengah bermasalah dengan ayah mertua, maka sudah jadi kewajiban si anak kandung menjadi mediator dan menengahi perselisihan. Pihak yang mempunyai hubungan lebih dekat (ayah dengan anak) lah yang harus berinisiatif menyelesaikan masalah. Bukan hal yang bijaksana jika menantu dan mertua saling melakukan konfrontasi.

Hargai Kebiasaan Keluarga MertuaAnda terganggu dengan kebiasaan-kebiasaan saudara-saudara ipar atau kegiatan-kegiatan rutin di keluarga suami? Jangan terus-menerus merasa begitu. Daripada menyimpan kesal untuk hal-hal sepele, lebih baik pahami dan terima saja kebiasaan yang sudah ada jauh sebelum Anda bertemu dan menikahi suami. Hargai ikatan yang sudah terjalin erat antara pasangan Anda dengan saudara-saudaranya. Bersikaplah suportif. Tapi Anda tetap punya hak untuk mengutarakan keberatan jika kasusnya memang cukup serius dan mengganggu. Dan si dia tentu saja wajib menanggapi keluhan Anda.

Jangan Mengadu ke OrangtuaSejauh yang Anda bisa, usahakan untuk tidak melibatkan pihak luar (keluarga sekalipun) dalam masalah keluarga inti Anda. Ketika kedongkolan pada si dia sudah  di ubun-ubun dan ribut besar menjelang di depan mata, godaan untuk mengetuk pintu rumah orangtua pasti sangat menggoda. Tapi, jangan lakukan, karena ini juga  bisa merusak hubungan baik Anda dengan mertua.

Keluarga Anda, terutama orang tua sudah pasti akan membela mati-matian anak mereka. Ketika Anda cerita betapa suami sudah melukai hati Anda,apa pun yang sesungguhnya terjadi, orangtua akan membuat persoalan itu jauh lebih personal daripada Anda sendiri. Anda pasti sudah diberitahu bahwa pertengkaran baik besar ataupun kecil adalah bumbu dalam pernikahan karena itu juga menunjukkan sebuah pernikahan yang sehat. Artinya Anda dan suami saling mencintai dan peduli terhadap satu sama lain. Jadi, santai saja. Tetap cari solusi terbaik tapi hindari mengadu kepada kedua orangtua  karena dalam hitungan jam, amarah Anda terhadap beliaunya bakal mereda.

Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/02/01/13089/yuk-rukun-dengan-mertua/

Sukses Menjadi Tim Sukses Dari Sebuah Perjalanan Rumah Tangga

Ketika saat menjadi pengantin baru, semuanya serba indah dan nyaris sempurna. pasangan kita adalah pasangan yang paling pas dan sejati yang kita punya. Namun seiring dengan waktu, biasanya muncul kebosanan dan kejenuhan dari pribadi masing masing yang merasa telah mengenal satu sama lain, dan akhirnya semua terasa biasa.

Hal ini mungkin akan bertambah semakin kompleks setelah anak anak hadir dalam kehidupan rumah tangga. Kebersamaan yang dulu banyak terluangkan, seakan menipis sedikit demi sedikit terbalut dengan alasan demi anak, sibuk ataupun capek. Kalau sudah begini, konflikpun tak jarang akan hadir "meramaikan" suasana. Dan hubungan yang mendinginpun akhirnya menjadi jalan penyelesaian.

Namun,... bukankah kebosanan adalah hal yang lumrah terjadi pada setiap manusia yang hidup dalam rel yang monoton. Yang perlu dilakukan adalah sedikit meluangkan waktu untuk memoles hubungan dengan sesuatu yang baru dan lebih fresh. Tentu saja hal itu adalah hasil kreasi ekslusif dari ide suami dan istri yang jika direalisasikan akan terasa semakin meriah.

Menjadi suami istri adalah tentang menjadi partner seumur hidup dalam melampaui berbagai hambatan, cobaan dan kesulitan. Termasuk dalam mengatasi kebosanan dan berbagai masalah apapun dalam area rumah tangga. Perjalanan waktu dengan pasangan kita adalah tentang proses belajar. Dalam belajar tentu saja akan selalu ada kesalahan dari kita, makhluk yang memang tidak sempurna. Namun diharapkan kesalahan itu adalah menjadi pemicu untuk menuju sebuah kesuksesan. Menjadi partner memang bukan masalah gampang. Perbedaan yang hadir, yang walaupun tidak kita cari pasti akan ada, mengajarkan kita arti melengkapi, mengerti, empati, toleransi, dll.
Berangkat dari sebuah cobaan, disinilah kualitas kita yang sebenarnya di uji. Cukup sabarkah kita? Cukup pengertiankah kita? cukup dewasakah kita? dll. Kewujudan atas semua hal tersebut tentu saja akan lebih berarti dari pada yang hanya sebatas berteori.

Ibarat sebuah proyek yang tanpa deadline dan selalu full dengan ujian baik senang maupun susah, itulah rumah tangga. Dan semua perjuangan itu mempunyai tujuan akhir, yaitu kebahagiaan dan kedamaian berumah tangga. Untuk mewujudkan semua itu, kebersamaan suami istri yang terkemas dalam sebuah hubungan sebagai partner yang harmonis dalam segala hal, pastinya akan sangat diperlukan.

Suami istri adalah tim sukses dari sebuah perjalanan hidup mereka sendiri yang menuntut kelihaian dan pengendalian diri yang luar biasa. sukses adalah tentang proses, dan berlaku hanya bagi orang orang yang mau memulai. Dan kesuksesan itu insyaallah akan datang jika mereka selalu menyatukan hati dan membulatkan tekad untuk melakukan "perjalanan panjang itu" dalam konsep ibadah kepada Allah subhanahu wata'ala. Hal ini juga berlaku bagi pribadi yang  mau dan ikhlas menyerahkan hati dan diri untuk terikat dengan segala aturan yang Allah buat untuk para hamba- hambanya yang taat.

Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/01/28/13017/sukses-menjadi-tim-dari-perjalanan-rumah-tangga/

Kerukunan, Kunci Kebahagiaan Rumah Tangga

Betapa indah sebuah rumah tangga yang dibina dengan kasih sayang yang tulus, kesederhanaan konflik dan keramahan komunikasi antar dua pasangan. Naungan yang hangat memberikan kenyamanan tersendiri di rumah. Sebagai akibatnya, kesehatan hati dan imanpun insyaallah akan lebih terjaga dengan sebuah kerukunan. Sebaliknya, konflik yang tidak sehat hanya akan memicu kerumitan. Bila hal ini tidak segera disikapi dengan baik, maka akan berakibat buruk dalam kelanjutan kehidupan rumah tangga.

Kerukunan dan kedamaian adalah sesuatu yang sangat berharga. Betapa tidak, seseorang tidak dapat "membelinya" jika hanya mengandalkan materi atau status sosial yang tinggi. Sebagai contoh, betapa banyak orang yang mencari makan untuk keluarga, tapi seberapa sempat dia makan bersama keluarga dalam sehari-harinya.

Kerukunan adalah kata lain dari hak milik dari pribadi yang damai. Dan kedamaian itu sendiri hanyalah dimiliki oleh jiwa jiwa yang damai, hati yang luas dan pribadi yang mempunyai azzam yang kuat untuk selalu membahagiakan pasangan.

Kerukunan yang ada dalam rumah tangga bukan sebuah keajaiban yang tiba tiba muncul dan atau jika dia menghilang maka penderitanya akan menyalahkan nasib. Kerukunan terwujud sebagai hasil usaha dari masing masing pasangan untuk mau memaklumi dan saling melengkapi kekurangan yang satu dengan yang lain.Kerukunan tercipta karena adanya ikatan hati yang saling membutuhkan dan kemauan untuk mengesampingkan emosi dan ego masing masing.

Kerukunan dalam rumah tangga bukan sekedar teori, namun praktek yang tak berkesudahan dan menuntut kesabaran yang tiada batas. Dan ketika manusia yang penuh keterbatasan mendapatkan kesulitan untuk mencapainya, maka pertolongan dari Maha yang memberi ketenangan dan Penghilang Kesusahan yang Hakiki, akan selalu siap menolong hamba- hambanya yang memohon.
 Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/01/24/12931/kerukunan-kunci-kebahagiaan-rumah-tangga/

Mandiri Setelah Menikah

Tak bisa ‘lepas’ dari orangtua, hanyalah satu dari sekian masalah rumahtangga yang terjadi. Salah satu pihak menganggap pasangannya belum mandiri karena masih sering bergantung banyak hal pada orangtua.

Bergantung dalam hal petunjuk dan bimbingan menjalani hidup tentu masih wajar. Namun bergantung dari segi finansial dan emosional tentulah tidak wajar, apalagi untuk jangka waktu panjang.

Serba-serbi Ketidakmandirian
Wujud kemandirian bukan hanya finansial, melainkan segala aspek kehidupan pasangan suami-istri. Banyak pasangan yang tetap bergantung pada orangtuanya dalam hal mengasuh, mendidik anak.

Suami memilih untuk bekerja, dan tanggung jawab mengasuh anak diserahkan kepada orangtua atau mertua. Biasanya sebagian besar pasangan memilih tinggal dengan orangtua atau dekat dengan orangtua karena alasan tersebut.

Ketergantungan atau ketidakmandirian lain yang acapkali terjadi adalah saat mengambil keputusan. Wanita sebagai ibu dari anak-anak tidak mampu mandiri dalam mengambil keputusan. Bukan sekadar meminta pendapat, tapi tidak bisa mengambil keputusan bila tidak ada orangtuanya.

Bahkan yang lebih parah, si wanita tidak pernah mengambil keputusan bagi keluarganya sendiri. Orangtuanyalah yang selalu mengambil keputusan.

Di sisi lain, terkadang orangtua tidak siap melepas anaknya yang sudah menikah. Mereka tetap dianggap sebagai anak kecil yang harus di bawah kendalinya. Orangtua tetap merasa harus dan berhak mengatur kehidupan anak bahkan menantunya.

Namun, ada pula istri yang mengeluh karena tak pernah merasa menjadi seorang ibu rumah tangga, karena segala sesuatu diatur mertuanya. Artinya pihak suami-lah yang belum mampu mandiri.

Pisah dari orangtua bukan jaminan
Di Indonesia, tinggal dekat atau serumah dengan orangtua hingga dewasa dan berumahtangga termasuk hal biasa. Umumnya alasan utama yakni suami-istri sama-sama bekerja di luar rumah dengan perjalanan yang amat menyita waktu.

Tinggal serumah dengan kakek-nenek membuat orangtua Indonesia merasa lebih aman meninggalkan anak-anaknya bersama pengasuh, sebab ada yang mengawasi.
Alasan kedua, tinggal bersama orangtua selama beberapa tahun membantu pasangan yang baru menikah untuk bisa menabung dan membeli rumah sendiri ketimbang dipakai untuk menyewa.

Sebaliknya, ada pasangan yang walaupun sudah mampu tinggal di rumah sendiri namun salah satu pihak masih belum bisa menjalankan peran sepenuhnya sebagai suami-istri atau ayah-ibu yang baik bagi anak-anaknya. Jadi, domisili atau perihal tempat tinggal bukanlah jaminan agar salah satu pihak (suami/istri) tak bergantung lagi dengan orangtua.

Apakah Ketergantungan Bisa Diatasi?
Hal ini bisa terwujud dengan niat dan tekad yang kuat untuk belajar mandiri. Jangan sampai masalahnya semakin besar karena pasangan terbiasa bergantung pada orangtua dan malah tidak tergerak untuk berusaha.

Kemandirian bukan berarti harus memikirkan diri sendiri tanpa memerhatikan orang lain, utamanya pasangan hidup. Kemandirian dalam berpikir dan bertindak berarti mengedepankan rasa percaya diri dalam menghadapi setiap peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, tak perlu menunggu pasangan bertindak ketika harus menentukan sikap terhadap suatu momen penting.
 Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/02/18/13415/mandiri-setelah-menikah/

Orang Tuamu, Orang Tuaku, Orang Tua Kita

Ketika kita menikah dengan seseorang,secara langsung kitapun harus " menikahi" keluarga besarnya juga. Suasana baru pun didapatkan. Dua hati yang disatukan, berarti pula dua pasang orang tua, dan dua keluarga besar. Jika kita mencintai pasangan kita, maka disana ada konsekuensi bahwa kitapun harus mencintai apa yang dicintainya.

Sayangnya, banyak orang yang mengidentifikasi bahwa hubungan mertua dan menantu biasanya adalah seperti air dan minyak. Hal ini dikarenakan para mertua yang sering melakukan invasi wilayah yang tak seharusnya, dan atau sebaliknya. Ujung- ujungnya semua masalah akan terselesaikan dengan konflik.

Namun.... sejenak mari kita merenungkan, betapa suami yang baik yang telah kita miliki sekarang adalah sedikit banyak "hasil kreasi" dari mertua kita. Kekurangan dan kelebihan para suami kita adalah hasil dari tangan- tangan mulia itu. Beliau telah bersusah payah mendidik, melahirkan dan membesarkan suami kita, namun ketika dewasa beliau "dituntut" dengan rela melepaskan anak kesayangannya tersebut lengkap dengan semua hasil baiknya untuk dipersembahkan kepada kita. Memang sangat manusiawi ketika seseorang tumbuh dewasa, maka dia harus memulai hidupnya sendiri. Namun, suami kita bukan hanya dibesarkan oleh alam secara alamiah, sekali lagi, tangan mulia para mertua yang telah melakukannya dengan baik.
Mungkin dari sebagian kita masih mengesampingkan kenyataan tersebut, karena begitu besarnya tertutupi hati oleh kekesalan dan atau kekecewaan kepada para mertua. Maka, cukuplah diingat ketika nanti kita berada pada posisi mereka. Kita pun akan meminta untuk tetap dimengerti oleh para menantu dalam bagaimanapun keadaan hidup kita. Kita pun akan merasakan bagaimana beratnya melepaskan anak kita untuk memulai hidup bersama pilihan hidupnya.

Ketika kita menempatkan diri pada posisi orang lain, insyaallah akan lebih mudah untuk kita melegakan hati untuk menerima bagaimanapun kondisi orang lain tersebut. Solusi jitu yang lain adalah, tetaplah berlaku baik kepada para mertua atau bahkan mungkin lebih baik. Karena orang baik akan selalu diterima dimanapun tempat dan kondisinya.

Subhanallah, masih kah kita mengingat hubungan baik antara Rasulullah dengan mertuanya abu Bakar. Beliau berdua adalah sangat karib, Al Amin dan As sshidiq. Dan pengikat manis hubungan mereka berdua adalah Aisyah Radhiyallaahu 'Anhu. Tidak ada orang yang lebih memahami beliau dari kalangan Laki- laki melebihi Abu bakar, begitupun sebaliknya. Maka tak heran ketika 'Amr ibn Al 'Ash Radhiyallaahu 'Anhu bertanya kepada Sang nabi "Yaa Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?. Beliau menjawab, " Aisyah". Lalu 'Amr ibn Al 'Ash mengkhususkan kepada yang laki- laki, "Kalau dari jenis laki- laki- laki?", beliau menjawab dengan mantap, "Ayahnya".

Selain itu, pujian dan sanjungan pun sering beliau berikan untuk sang mertua, 'Umar ibn Al Khatab, ayah dari Ummul Mu'minin Hafshah, "Demi Allah, jika 'Umar memilih melewati suatu jalan, tidak ada pilihan lain bagi syaitan kecuali memilih jalan yang lain".

Berbesar hatilah sejenak untuk mengesampingkan segala kekurangan para mertua kita, Berbesar hatilah sejenak untuk mengesampingkan segala emosi atas kondisi mereka. Berbesar hatilah sejenak untuk mengesampingkan segala alasan kita atas apapun hal yang menyebabkan sulit bagi kita untuk dapat mencintai mereka. Pinjamlah kalbu pasangan kita untuk melihat dan menilai mereka. Sebagaimana kita yang mempunyai kewajiban berbakti kepada orang tua kita, pun pasangan kita mempunyai tugas yang sama.

Berikanlah pula bantuan kepada pasangan kita sekiranya memang sulit baginya untuk berbakti dengan tulus kepada orang tua kita. Terkadang memang sangat sulit. Namun ini adalah jalan mulia, jalan yang hanya orang- orang luar biasa yang memilihnya.

Dua hati yang disatukan, berarti pula dua pasang Orang tua, dan dua keluarga besar. Jika kita mencintai pasangan kita, maka disana ada konsekuensi bahwa kitapun harus mencintai apa yang dicintainya. Disanapun akan timbul hasrat dicintai oleh orang- orang yang mencintainya. Subhanallah, Betapa indah jika kita menggabungkan ibadah bakti kita kepada mereka dengan rasa cinta kepada pasangan kita...
Sumber ; http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/05/19/14780/orang-tuamu-tuaku-tua-kita/

Hikmah Dari Sebuah Menghargai

Menikah, tak selalunya tentang kesamaan. Justru karena banyaknya perbedaan disana, manusia belajar banyak hal yang baru dan membarukan hidup mereka. Banyak dari pasangan suami istri yang setelah beberapa tahun menikah, akhirnya menilai bahwa pasangan mereka bukanlah pasangan hatinya. Dari sana timbul keinginan untuk menyibukkan diri guna sekedar membunuh waktu dan atau malah ada yang menyia- nyiakan diri untuk jatuh dalam dosa demi kesenangan pribadi.  Saat hari demi hari rasa manusiawi kita mengharapkan penghargaan dan pembalasan yang lebih baik  sudah sedemikian lelah menunggu, selanjutnya ujian atas kesabaran menjadi tahap berikutnya yang harus kita lalui. Disana muncul penggarapan proyek tentang bagaimana mengolah akal untuk meredakan kebosanan dan menegakkan kembali rasa yang sudah lunglai untuk bergairah kembali.
Padahal kesediaan menerima teman hidup apa adanya, memberikan cita rasa baru dalam hidup dan membunuh rasa bosan. Bukankah pernikahan adalah ladang amal kita untuk menggapai Ridho Allah? dalam prosesnya pastilah ada cobaan lengkap dengan serba- serbi kesulitannya. Bayangkan ketika kita memiliki seribu pasangan, pastilah hanya satu saja yang kita butuhkan untuk mendamaikan hati kita.
 Mendapatkan kebahagiaan dengan membahagiakan orang lain adalah yang lebih membahagiakan diri kita. bukan hanya sebatas itu, kemauan membahagiakan pasangan dengan memberikan yang terbaik dari kita karena Allah lah, juga dapat menjadikan diri kita lebih baik dari sebelumnya. karena disana kita belajar ikhlas dan mengikhlaskan diri untuk kesenangan orang lain.
Namun bagi para pribadi egois, dari pernikahan pula mereka dapat melakukan pengukuran kilat tentang berapa rata- rata kedangkalan hatinya, jika tidak sedang mendapatkan balasan yang terbaik dari pasangan. Belum lagi rencana pembalasan lebih kejam, dan atau trik perendahan yang sedemikian rapi disusunnya. Padahal jikalau mereka menyadari, kesemuanya itu tidak lebih adalah perendahan atas diri mereka sendiri. manusia yang lainpun akan menilai, pantas saja pasangannya meninggalkannya, karena kenyataan akhlak yang dia realisasikan sendiri. 
Maka tiada guna membalas kejahatan dengan kejahatan pula. Memang terkadang sangat menyakitkan jika hal itu terjadi. Namun hal itu akan seolah terobati jika kita menillik kembali niat pernikahan yang hanya karena Allah, yang pasti ketika hitungan logika untung dan rugi itu datang, pikiran kita akan tetap mengatakan kita tidak akan rugi. Betapapun tiada penghargaan atas jerih payah dan pengorbanan kita kepada pasangan, namun sesungguhnya Allah yang maha Menghargai hambanya dan paling akurat atas detail perbuatan kita.
Tak perlu ragu untuk memberikan senyum, meskipun semua tak terbalas dengan senyum pula. Cukuplah ridho Allah sebagai penyejuk dan sebaik- baik pembalas dari semua itu. Semua orang akan memanen kebaikan dan atau kejahatan mereka sendiri- sendiri. Dan pertangguan jawabpun akan digelar dihadapan Allah atas mereka, sendiri- sendiri. Tidak ada yang gratis, tidak ada yang sia- sia, tidak ada yang terbuang percuma. Semua akan ada konsekuensi dan akibat, serta pertanggungan jawab. Maka jika sudha begitu, mengapa kita mempersiapkan semua dengan baik. Berkatalah dengan baik, dan perlakukanlah pasangan anda dengan baik-baik. karena kebaikan akan menimbulkan rasa malu bagi orang lain, jika dia tidak dapat membalasnya dengan yang baik pula.
Benar- benar, pernikahan adalah proyek seumur hidup yang menguras kemampuan manusia habis- habisan. Namun disana terkandung maksud membaikkan manusia tersebut, jika dia mau belajar dan mengambil pelajaran. Disana pula terdapat penghargaan paling tinggi yaitu dari Allah subhanahu wata`ala saat keduanya berhasil tetap merekatkan tangan dan hati mereka kepada jalur yang semestinya.
Maka jangan jadikan pernikahan sebagai ajang untuk membentuk pasangan anda menjadi orang yang jahat karena tidak adanya penghargaan atas apapun yang telah dilakukan atau dikorbankan untuk anda. Dia adalah sebatas manusia yang punya rasa, seperti halnya anda. Maka baikkanlah hidupnya dan jadikan dia pribadi yang lebih baik kedepannya dengan menghujani kasih sayang dalam bentuk penghargaan, yang kesemuanya kita lakukan karena Allah subhanahu wata`ala.
Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/06/11/15248/hikmah-dari-menghargai/

Posting Terakhir

Entri Populer