Tak bisa ‘lepas’ dari orangtua, hanyalah satu dari sekian masalah rumahtangga yang terjadi. Salah satu pihak menganggap pasangannya belum mandiri karena masih sering bergantung banyak hal pada orangtua.
Bergantung dalam hal petunjuk dan bimbingan menjalani hidup tentu masih wajar. Namun bergantung dari segi finansial dan emosional tentulah tidak wajar, apalagi untuk jangka waktu panjang.
Serba-serbi Ketidakmandirian
Wujud kemandirian bukan hanya finansial, melainkan segala aspek kehidupan pasangan suami-istri. Banyak pasangan yang tetap bergantung pada orangtuanya dalam hal mengasuh, mendidik anak.
Suami memilih untuk bekerja, dan tanggung jawab mengasuh anak diserahkan kepada orangtua atau mertua. Biasanya sebagian besar pasangan memilih tinggal dengan orangtua atau dekat dengan orangtua karena alasan tersebut.
Ketergantungan atau ketidakmandirian lain yang acapkali terjadi adalah saat mengambil keputusan. Wanita sebagai ibu dari anak-anak tidak mampu mandiri dalam mengambil keputusan. Bukan sekadar meminta pendapat, tapi tidak bisa mengambil keputusan bila tidak ada orangtuanya.
Bahkan yang lebih parah, si wanita tidak pernah mengambil keputusan bagi keluarganya sendiri. Orangtuanyalah yang selalu mengambil keputusan.
Di sisi lain, terkadang orangtua tidak siap melepas anaknya yang sudah menikah. Mereka tetap dianggap sebagai anak kecil yang harus di bawah kendalinya. Orangtua tetap merasa harus dan berhak mengatur kehidupan anak bahkan menantunya.
Namun, ada pula istri yang mengeluh karena tak pernah merasa menjadi seorang ibu rumah tangga, karena segala sesuatu diatur mertuanya. Artinya pihak suami-lah yang belum mampu mandiri.
Pisah dari orangtua bukan jaminan
Di Indonesia, tinggal dekat atau serumah dengan orangtua hingga dewasa dan berumahtangga termasuk hal biasa. Umumnya alasan utama yakni suami-istri sama-sama bekerja di luar rumah dengan perjalanan yang amat menyita waktu.
Tinggal serumah dengan kakek-nenek membuat orangtua Indonesia merasa lebih aman meninggalkan anak-anaknya bersama pengasuh, sebab ada yang mengawasi.
Alasan kedua, tinggal bersama orangtua selama beberapa tahun membantu pasangan yang baru menikah untuk bisa menabung dan membeli rumah sendiri ketimbang dipakai untuk menyewa.
Sebaliknya, ada pasangan yang walaupun sudah mampu tinggal di rumah sendiri namun salah satu pihak masih belum bisa menjalankan peran sepenuhnya sebagai suami-istri atau ayah-ibu yang baik bagi anak-anaknya. Jadi, domisili atau perihal tempat tinggal bukanlah jaminan agar salah satu pihak (suami/istri) tak bergantung lagi dengan orangtua.
Apakah Ketergantungan Bisa Diatasi?
Hal ini bisa terwujud dengan niat dan tekad yang kuat untuk belajar mandiri. Jangan sampai masalahnya semakin besar karena pasangan terbiasa bergantung pada orangtua dan malah tidak tergerak untuk berusaha.
Kemandirian bukan berarti harus memikirkan diri sendiri tanpa memerhatikan orang lain, utamanya pasangan hidup. Kemandirian dalam berpikir dan bertindak berarti mengedepankan rasa percaya diri dalam menghadapi setiap peristiwa yang terjadi. Dengan demikian, tak perlu menunggu pasangan bertindak ketika harus menentukan sikap terhadap suatu momen penting.
Sumber : http://www.voa-islam.com/muslimah/article/2011/02/18/13415/mandiri-setelah-menikah/
Mandiri Setelah Menikah
09.35
KUA Seyegan Sleman Yogyakarta
Posting Terakhir
Entri Populer
-
I. Calon Suami 1. Datang ke kantor d esa untuk mendapatkan a. Surat Keterangan untuk menikah (model N1) b. Surat Keterangan tent...
-
1. Penyampaian pengaduan secara pribadi/langsung Masyarakat (pelapor) datang ke KUA Kecamatan Seyegan. Staff Bagian Umum menerima pelapor...
0 komentar:
Posting Komentar