Pages

Selamat Datang di website KUA Kecamatan Seyegan D.I.Yogyakarta

KUA Seyegan Pertama Kali Gunakan Simkah

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN - Kantor Urusan Agama Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman, merupakan instansi pertama di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mulai menggunakan Sistem Infomasi Manajemen Nikah berbasis teknologi informatika.
"Melalui sistem ini semua data pasangan nikah di kecamatan itu sudah disimpan di pusat 'database' di Kementerian Agama, dan bisa diakses semuah KUA di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah)," kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Kabupaten Sleman Arif Djohandi, di Sleman, Ahad (17/4).
Menurut dia, Simkah sudah diluncurkan Kementerian Agama sejak 2006, tetapi baru 2011 bisa diterapkan di Kabupaten Sleman, dan baru di KUA Seyegan. "Simkah ini selanjutnya akan diterapkan di setiap KUA di Kabupaten Sleman, namun semua tergantung kesiapan sumber daya manusia di masing-masing KUA. Dalam waktu dekat kami akan menerapkannya di KUA Kecamatan Depok," katanya.
Ia mengatakan di Sleman sendiri sekurangnya per tahun terdapat 7.000 pasangan menikah, dan biasanya pencatatanya masih dilakukan secara manual. "Dengan adanya Simkah, nantinya semua data pasangan nikah akan disimpan secara digital, baik itu di pusat data di Kementerian Agama maupun di sistem 'database' di masing-masing KUA," katanya.
Arif mengatakan dengan Simkah tentunya nanti setiap pasangan yang akan menikah bisa dicek terlebih dahulu statusnya, apakah mereka sudah pernah tercatat di 'database' sistem ini atau belum. "Dengan cara tersebut, tentunya bisa diketahui apakah pasangan yang akan menikah memang benar akan menikah pertama kalinya, ataukah yang bersangkutan sebelumnya sudah pernah menikah," katanya.
Kepala KUA Seyegan Halili mengatakan di Seyegan setiap tahun minimal terdapat 350 pasangan menikah.
"Simkah akan mempermudah dan mempercepat pelayanan serta pendaftaran pernikahan. Begitu pula dengan sistem ini, nantinya akan mempermudah pembuatan buku atau akte nikah, karena cukup dengan mencetak data nikah yang sudah masuk ke Simkah," katanya.
Ia mengatakan walaupun pelayanan pendaftaran nikah di Kecamatan Seyegan memakai Simkah, namun tidak menambah biaya administrasi nikah, yakni tetap Rp 30 ribu. "Secara internal KUA, Simkah ini akan mempermudah penyeragaman pendataan dan juga pengamanan penyimpanan data. Dengan sistem ini, walaupun nantinya ada musibah satu KUA terbakar atau terkena bencana, maka data nikahnya masih aman di pusat 'database'," katanya.
Sumber : www.republika.co.id

Menag: Penghulu Tak Berwenang Cek Fisik Calon Penganten

Perhatian, buka di jendela baru. PDFCetakE-mail
Kupang (BimasIslam)--Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menyatakan bahwa penghulu tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa fisik calon pengantin, baik pria maupun wanita.

Di negeri ini, tak ada aturan seorang penghulu untuk memeriksa fisik calon pengantin, apa lagi melihat secara fisik sampai detail kedua calon mempelai, kata Suryadharma Ali di Kupang, Rabu, usai kunjungan kerjanya di Nusa Tenggara Timur (NTT) selama dua hari.


Sebelumnya Menag di Kupang sempat berdialog dengan para mahasiswa Universitas Muhammadiyah setempat dan meletakkan batu pertama pembangunan masjid di lingkungan kompleks kampus tersebut pada Rabu(5/4) siang.

Pada saat yang sama, Rabu petang, Suryadharma Ali -- yang selama kunjungan kerjanya itu ditemani Menteri Negara Perumahan Rakyat, Suharso Monoarfa, -- meletakan batu pertama bagi pencanangan lanjutan pembangunan dan pengembangan Masjid Raya dan Pusat Dakwah Nurussa`adah Kupang.

Terkait wewenang penghulu yang menikahkan pasangan yang kemudian hari diketahui salah satunya memiliki jenis kelamin pria, Menag menyatakan bahwa penghulu tak memiliki untuk kewenangan untuk mengecek fisik terhadap para calon mempelai. Apakah pasangan mempelai benar-benar berjenis kelamin wanita atau sebaliknya berkelamin pria.

Jadi, lanjut Suryadharma Ali, kewenangan untuk itu ada pada kedua belah pihak dari keluarga yang hendak menikahkan putra atau puteri masing-masing.

Seperti ramai diberitakan belakangan ini ada pasangan pengantin yang sudah enam bulan menikah baru diketahui bahwa isterinya ternyata berjenis kelamin lelaki.

Adalah Muhammad Umar (32) menikahi `gadis` bernama Fransisca Anastasya (19) alias Icha. Setelah enam bulan pernikahan berjalan, baru diketahui bahwa sang istri yang memakai jilbab itu ternyata seorang pria. Nama asli Icha adalah Rahmat Sulistiyo.

Kemudian, karena merasa pihak keluarga lelaki dibohongi kemudian memperkarakan persoalan itu dengan melapor kepada pihak kepolisian.

Menurut Menag, tanggung jawab seorang penghulu adalah memeriksa kelengkapan administrasi. Tidak melakukan cek fisik. Apalagi sampai mendetail, apakah calon pengantin itu benar-benar berkelamin pria atau wanita.

"Itu di luar tanggung jawab penghulu," kata Suryadharma Ali sambil melepas tawa.

Sambil tertawa, Menag Suryadharma Ali mengingatkan bahwa perkawinan dimaksudkan untuk membentuk keluarga sakinah, mawadah dan warohmah. Untuk itu, kedua belah pihak, calon pengantin pria maupun wanita, hendaknya waspada."Ya, harus waspada," ujarnya sambil tertawa.

Resep 5 M
Sementara itu Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, Muhaimin Lutfi mengatakan, sejak lama para ulama sudah mengingatkan bahwa perkawinan tak semata menyatukan pasangan cucu Adam dan Hawa untuk sesaat.

Perkawinan dimaksudkan membentuk keluarga sakinah mawadah warohmah. Karenanya, menurut Muhaimin, konsep 5 M yang kini sudah dirasakan kuno atau jadul oleh generasi sekarang masih aktual untuk diaplikasikan bagi kedua calon atau pasangan pengantin.

Konsep 5 M yang dimaksud itu adalah Makan, Merem, Mlayu, Mlumpat dan Matil. Masing-masing punya makna tersendiri, sehingga diharapkan calon pengantin pria dan wanita tak mengalami kekecewaan seperti yang dialami pasangan pengantin setelah enam bulan baru diketahui ternyata isterinya berkelamin lelaki.

Menurut Lutfi, M pertama bermakna makan yang mengandung arti bahwa sang pria atau calon pengantin lelaki kelak ketika menjadi suami bisa mencari makan dan makan yang berarti pula yang bersangkutan berbadan sehat.

M kedua, berarti Merem. Artinya sang suami bisa istirahat dan tentu berbadan sehat. M ketiga, Mlayu yang berarti sang suami memiliki keterampilan dan terampil. Lelaki itu tidak loyo dan pandai menghindar sendiri jika menghadapi bahaya yang menghadang di hadapannya.

M keempat, yaitu, Mlompat atau melompat. Sang suami pandai mengambil keputusan cepat jika menghadapi rintangan. Terakhir, M kelima yaitu Matil. Sang suami pandai menggunakan senjata yang ada pada tubuhnya sendiri.

"Untuk M yang terakhir ini, banyak orang bisa memberi pemahaman beragam. Tapi, tentu, esensinya sama bahwa pasangan tersebut memperoleh keturunan anak yang shaleh dan sholeha," ujar Muhaimin Lutfi.

Sejatinya, setiap pasangan menghendaki kebahagian dalam perkawinan yang akan dijalaninya. Sebagian ulama berpendapat, selain perlu melakukan pengecekan terhadap babat bebet dan bobot dari masing-masing pasangan juga melakukan cek fisik terhadap para calon pengantin.

Hanya saja, kata Muhaimin, dewasa ini banyak orang tak melakukan. Cara yang dilakukan tentu harus beretika dan berakhlak sehingga tak menimbulkan ketersinggungan.

Misalnya, kata dia, bila calon pengantin ragu akan jenis kelamin wanita sebagai pasangan hidupnya dapat menggunakan pihak ketiga untuk mengecak kelamin wanita.

Sebab, katanya, ada wanita yang memiliki kelamin yang disebut "rataq" . Kelamin wanita seperti itu terjadi akibat kelainan biologis sejak lahir.

Bisa saja, setelah pihak ketiga melakukan pemeriksaan diketahui bahwa wanita bersangkutan "rataq". Lalu, calon pasangannya menolak untuk menikahinya.

Hak pihak wanita pun sama. Calon pengantin perempuan bisa meminta pihak calon lelaki untuk diperiksa, apakah jantan atau tidak. Bila ditemui tak sehat, seperti impoten, bisa pula calon wanita menolak untuk dinikahi. (Pinmas)

Menag Luncurkan Program Gemmar Mengaji: Kekosongan Dakwah, Munculkan Aliran Sesat

Jakarta(Pinmas)--Munculnya berbagai macam aliran sesat dan sempalan di Indonesia ini tidak lepas dari kekosongan dakwah di masyarakat. Revitalisasi pendidikan agama berbasis keluarga, sekolah, dan masyarakat perlu berkesinambungan.
"Maka program Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji itu untuk cegah masuknya pemikiran/paham ajaran sesat dan mencegah rusaknya akhlak generasi muda," demikian diungkapkan Menteri Agama Suryadharma Ali saat meluncurkan program Gerakan Masyarakat Magrib Mengaji (Gemmar Mengaji) di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (30/3).
Suryadharma Ali mengaku prihatin terhadap maraknya aliran sesat ditengah masyarakat. Kelompok sesat ataupun sempalan itu menyatakan sebagai umat Islam, tapi di dalamnya justru mengacak-acak Islam. "Rusaknya akhlak dan moral generasi muda dan maraknya aliran sesat itu menunjukkan kekosongan dakwah yang dimanfaatkan oleh sekelompok orang," kata Suryadharma Ali di hadapan ribuan ibu-ibu majelis taklim yang memadati Istora Senayan.
Untuk itu, Suryadharma mengajak seluruh komponen untuk hijrah dari fanatisme golongan dan mahzab, dan mencegah permusuhan di antara umat. "Kebebasan dalam bergama, itu harus ada batasnya. Kebebasan, tidak boleh menghina dan acak-acak kitab suci agama lain. Nabi terkahir adalah Muhammad, dan tidak ada lagi nabi lagi. Begitu juga kitab suci Al quran," kata Suryadharma.
Suryadharma Ali mengatakan program Gemmar Mengaji ini perlu didukung oleh semua pihak. Program ini merupakan terobosan untuk memperbaiki akhlak umat. Selain itu, program ini diharapkan generasi muda sejak dini betul-betul pahami ajaran agamanya.
"Selain masalah kemiskinan, dan SDM, ada miskin akhlak. Semua pihak ambil peran masing-masing untuk selamatkan akhlak kita," katanya.
Di tempat sama, Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kementerian Agama Nasaruddin Umar mengatakan kegiatan ini akan dicatat dalam sejarah Indonesia yaitu menumbuhkan kembali masyarakat untuk mengaji. Umat Islam bisa capai jumlah yang besar dan terpadat di Indonesia, namun dalam dua dekade ini gerakan mengaji mengalami kelesuan. Penyebabnya, ungkap Nasaruddin, kemungkinan karena adanya perubahan sosial di masyarakat.
"Kita sekarang jarang mendengar teriakan mengaji anak-anak di masjid, ini akan hilang tradisi positif ini. Maka kita gaungkan kembali tradisi positif ini," kata Nasaruddin.
Menurut Nasaruddin gerakan ini akan dilakukan di seluruh Indonesia. Untuk langkah awal, Kementerian agama melakukan Gemmar Mengaji ini di enam provinsi sebagai daerah percontohan. Enam provonsi, yakni DKI, Jabar, Jateng, Jatim, Banten, dan DIY.
Lebih lanjut, Nasaruddin pun mengatakan ada 800 ribu masjid/musholla akan menyemarakan pengajian badha magrib hingga isya ini. Selain itu, Kementerian Agama pun menggerakan 95 ribu penyuluh di seluruh pelosok tanah air. Para penyuluh itu membentuk minimal tiga majelis taklim. Sehingga, minimal saat ini ada 496.000 majelis taklim di Indonesia. Sebanyak 300 ribu guru-guru agama dan 50.000 pondok pesantren pun akan dilibatkan dan mendukung gerakan ini.(pr/suherlan)
Sumber : http://www.kemenag.go.id

Sejarah Wakaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dalam ajaran Islam, wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta, Allah SWT. Wakaf secara harfiah bermakna "pembatasan" atau "larangan". Sementara berdasarkan terjemahan bebas Ensiklopedi Tematis Dunia Islam terbitan Ichtiar Baru Van Hoeve (IBVH), wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, dapat diambil manfaatnya, dan dipergunakan pada jalan kebaikan.

Karena itu, ibadah dalam bentuk mewakafkan harta tertentu tidak sama seperti derma atau sedekah biasa. Wakaf lebih besar pahala dan manfaatnya bagi diri orang yang memberikan wakaf, karena pahala wakaf itu terus-menerus mengalir kepada orang yang berwakaf selama harta yang diwakafkan itu masih bermanfaat dan dimanfaatkan orang.

Berbeda dengan zakat, ibadah wakaf hukumnya sunah, berpahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi yang tidak melakukannya. Di antara ayat-ayat Alquran yang mendasari ibadah wakaf adalah surat Ali Imran ayat 92 yang artinya: "Kalian sekali-kali tidak sampai pada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya."

Lalu sejak kapan ibadah wakaf ini sudah dilaksanakan? John L Esposito dalam Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern menyebutkan bahwa ide wakaf sama tuanya dengan usia manusia. Para ahli hukum Islam, menurut Esposito, menyatakan bahwa wakaf yang pertama kali adalah bangunan suci Ka'bah di Makkah, yang disebut dalam Alquran surat Ali Imran ayat 96 sebagai rumah ibadah pertama yang dibangun oleh umat manusia.

Dalam praktiknya, ide wakaf ini telah dikenal di masa sebelum datangnya Islam. Selama beberapa abad, kuil, gereja dan bentuk bangunan lainnya didirikan dan diperuntukkan bagi tempat ibadah. Lebih dari itu, para penguasa Mesir Kuno menetapkan tanah untuk dimanfaatkan oleh para rahib. Sedangkan orang-orang Yunani dan Romawi Kuno menyumbangkan harta benda mereka untuk perpustakaan dan pendidikan.

Tiga macam wakaf
Dalam Islam, menurut Esposito, dikenal adanya tiga macam wakaf, yakni wakaf keagamaan, wakaf derma (filantropis), dan wakaf keluarga. Sejarah mencatat, wakaf keagamaan pertama adalah Masjid Quba di Madinah. Masjid ini dibangun pada saat kedatangan Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 M. Sampai kini masjid tersebut masih ada di tempat yang sama dengan bangunan yang diperbarui dan diperluas.

Selang enam bulan setelah Masjid Quba dibangun, didirikan pula Masjid Nabawi di tengah-tengah kota Madinah. Masjid serta tanah dan bangunan yang secara eksklusif menyediakan penghasilan untuk pemeliharaan dan pendanaan masjid, jelas Esposito, termasuk ke dalam kategori wakaf keagamaan.

Bentuk wakaf kedua adalah wakaf derma (filantropis). Wakaf filantropis ini juga sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Seseorang bernama Mukhairiq berkehendak mendermakan (mewakafkan) tujuh bidang kebun buah-buahan miliknya yang ada di Madinah, setelah dia meninggal, kepada Nabi SAW. Pada 626 M, Mukhairiq meninggal dunia. Lalu Nabi SAW mengambil alih kepemilikan tujuh bidang kebun tersebut dan menetapkannya sebagai wakaf derma untuk diambil manfaatnya bagi fakir miskin.

Praktik ini diikuti oleh para sahabat Nabi dan Khalifah Umar bin Khattab. Menurut hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang disepakati oleh ulama hadits pada umumnya dari Abdullah bin Umar bin Khattab, Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah SAW: "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki sebidang tanah di Khaibar, yang aku belum pernah memiliki tanah sebaik itu. Apa nasihat engkau kepadaku?" Rasulullah SAW menjawab: "Jika engkau mau, wakafkanlah tanah itu, sedekahkanlah hasilnya." Lalu Umar  mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar (di sekitar kota Madinah) itu dengan pengertian tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Menjelang Nabi wafat pada tahun 632 M, banyak wakaf derma telah dibuat.

Adapun bentuk wakaf ketiga dimulai tak lama setelah Nabi SAW wafat, yakni pada masa Khalifah Umar bin Khattab (635-645 M). Ketika Umar memutuskan untuk membuat dokumen tertulis mengenai wakafnya di Khaibar, dia mengundang beberapa sahabat untuk menyaksikan penulisan dokumen tersebut.

Dalam dokumen tertulis tersebut, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Umar bahwa Umar bin Khattab bersedia menyedekahkan hasil tanah itu kepada fakir miskin dan kerabat serta untuk memerdekakan budak, untuk kepentingan di jalan Allah SWT, orang terlantar dan tamu. Wakaf jenis ini disebut dengan wakaf keluarga. Dalam hadits sahih Bukhari dan Muslim (Muttafaq 'Alaih) dikatakan: "Tidak ada dosa bagi orang yang mengurusnya memakan sebagian harta itu secara patut atau memberi makan keluarganya, asal tidak untuk mencari kekayaan."

Kini ide mengenai wakaf dikenal luas dan dipraktikkan di mana-mana. Wakaf juga ditemukan di kalangan masyarakat Amerika Utara dengan nama yayasan, khususnya yayasan keagamaan dan amal. Di Amerika Serikat saja, misalnya, terdapat puluhan ribu yayasan yang menjalankan fungsi sebagai lembaga wakaf. Namun, fungsi wakaf yang dijalankan oleh yayasan-yayasan ini hanya terbatas untuk tujuan keagamaan dan kedermawanan. Yayasan-yayasan di Amerika ini tidak mengenal wakaf yang diperuntukkan bagi keluarga seseorang dan keturunannya, seperti halnya yang dikenal dalam masyarakat Islam.
Sumber : www.republika.co.id

Awas Penipuan Haji Marak


SLEMAN (Radar Jogja) – Calon jamaah haji yang sudah masuk dalam daftar tunggu pemberangkatan diminta waspada terhadap penipuan yang akhir-akhir ini marak beroperasi. Modus penipuan tak jauh berbeda dengan penipuan modus undian berhadiah. Korban dimintai sejumlah uang dengan dijanjikan nomor antriannya akan dimajukan sehingga bisa berangkat lebih awal. “Penipu mengaku sebagai petugas dari Kementerian Agama. Padahal petugas kami tak ada yang seperti itu,” ungkap Kepala Kantor Kemenag Wilayah Sleman Arif Djufandi saat ditemui usai acara peluncuran sistem informasi manajemen nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) Seyegan, kemarin (16/3).
Arif mengungkapkan instansinya sudah menerima tiga aduan dan konfirmasi dari calhaj mengenai modus ini. Calhaj mengaku ditelepon seseorang yang mengaku petugas Kanwil Kemenag Sleman. Penipu menawarkan percepatan jadwal pemberangkatan, dengan syarat calhaj harus mentransfer uang Rp 5 juta, diluar biaya pendaftaran haji sebesar Rp 20 juta.
“Tolong kalau ada yang seperti ini, jangan dipercaya. Karena nomor urut pemberangkatan calhaj sudah tak bisa dirubah dan tercatat di sistim komputerisasi haji terpadu (siskohat),” imbau Arif.
Modus penipuan ini, kata dia, muncul seiring semakin panjangnya daftar tunggu calhaj. Di Sleman saat ini sudah ada ada 8.350 calhaj yang masuk daftar tunggu pemberangkatan hingga 2018. ”Tapi memang kondisinya seperti itu. Daftar sekarang tujuh tahun lagi baru bisa berangkat,” tuturnya.
Namun, banyaknya calhaj Sleman yang masuk daftar tunggu ini tentu menuai kecurigaan. Sebab, daerah lain di DIJ rata-rata daftar tunggu hanya sampai 2015.
Terkait hal ini, Arif mengakui adanya kecurigaan tersebut. Ditengarai ada calhaj di Sleman yang mendaftar menggunakan KTP asli tapi palsu. ”Artinya, pendaftar menggunakan KTP Sleman, meski sebenarnya dia bukan warga Sleman,” tuturnya.
Meski mencium adanya praktek ini, Arif mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, pihaknya memiliki keterbatasan mengidentifikasi KTP asli atau palsu. ”Kalau ada instansi terkait di Sleman yang mau mengidentifikasinya, saya malah senang sekali,” tandasnya.
Ia juga menegaskan tidak akan memberikan toleransi pada calhaj yang terbukti menggunakan KTP palsu saat mendaftar. Kemenag akan langsung memutuskan keberangkatan calhaj setelah terlebih dulu berkoordinasi dengan pusat. “Kami harus melaporkannya dulu ke pusat, barulah pusat yang memutuskan,” terangnya. (nis)

Posting Terakhir

Entri Populer